Senin, 26 Maret 2012

Peraturan Daerah DIY No. 6 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Anak Yang Hidup Di Jalan Sebagai Penjabaran Lebih Lanjut Peraturan Perundang-Undangan Yang Lebih Tinggi



A.      Pengantar
       Demi mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara yang berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan untuk menjamin pembangunan hukum yang baik maka lahir undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mana Undang-undang ini merupakan penyempurnaan terhadap kelemahan-kelemahan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.
       Undang-Undang No 12 Tahun 2011 didasarkan atas pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. sebagai Negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan system hukum nasional. System hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
       Dalam membentuk dan menyusun peraturan perundang-undangan maka harus memperhatikan segala aspek dari  yaitu berupa materi muatannya dan asas-asas umum serta asas-asas khusus dari peraturan perundang-undangan. Didalam pembentukan dan pemberlakuan hukum atau peraturan harus berdasarkan pada asas-asas hukum agar sesuai dengan agar sesuai dengan cita hukum dan kebutuhan hidup bersama. Asas hukum merupakan aturan dasar yang melatarbelakangi lahirnya norma hukum konkrit dan pelaksanaan hukum. jadi asas hukum merupakan jantungnya hukum, atau sebagai bintang pemandu pembentukan dan pelaksanaan hukum. apabila dalam system hukum terjadi pertentangan maka asas hukum akan tampil untuk mengatasinya.[1]
       Asas Hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu asas umum dan asas khusus :[2]
1.      Asas hukum umum ialah asas hukum yang berhubungan dengan semua bidang hukum. contoh :
a.       Asas lex superior derogat legi inferiori.
b.      Asas lex posterior derogate legi priori.
c.       Asas lex specialis derogate legi generali.
d.      Dll
2.      Asas hukum khusus ialah asas hukum yang berlaku khusus pada bidang hukum tertentu, misalnya asas hukum yang berlaku pada hukum pidana, hukum perdata dan sebagainya. Contoh :
a.       Dibidang hukum perdata : asas pacta sunt servanda, asas konsensualitas dan sebagainya.
b.      Dibidang hukum pidana : asas presumption of innocence, asas nullum delictum nulla poena sine previa lege, dll
Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda terdiri atas dua jenis, yaitu Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota. Perda Provinsi adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Sedangkan Perda Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota dengan Persetujuan Bersama Bupati/Walikota.
B.       Perda DIY No. 6 Tahun 2011 Sebagai Penjabaran Lebih Lanjut Peraturan Perundang-Undangan.
       Berkaitan dengan Perda DIY No. 6 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Anak Yang Hidup Di Jalan sebagai obyek dari penulis dalam membuat makalah ini maka sudah barang tentu Perda ini lahir harus sesuai dengan asas-asas hukum pembentukan perda. Sehubungan dengan Perda, maka asas hukum umum yang harus diperhatikan detail adalah asas tentang Lex superior derogate legi Inferiori (Hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi).
       Materi muatan (het onderwerp) Perda merupakan salah satu factor penting untuk dipahami secara baik. Kekeliruan dalam pemahaman berimplikasi pada tumpang tindihnya materi muatan Perda dengan materi muatan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (secara hierarkis). Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki peraturan perundang-undangan.
       Peraturan daerah merupakan peraturan otonom (Autonome Satzung). Peraturan otonom ini merupakan peraturan-peraturan yang terletak dibawah undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang, yang bersumber dari kewenangan atribusi. Kewenangan atribusi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ialah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh groundwet (Undang-Undang Dasar) atau wet (undang-undang) kepada suatu lembaga Negara/ pemerintahan. Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan, sesuai dengan batas-batas yang diberikan.[3]
       Materi Muatan Perda dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pertama, materi muatan perda itu dibuat/ada untuk melaksanakan atau menyelenggarakan otonomi daerah dengan melihat kondisi khusus di daerah. Dan yang kedua, materi muatan perda itu dibuat/ada untuk melaksanakan atau sebagai penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda DIY No. 6 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Anak Yang Hidup Di Jalan merupakan wujud peraturan sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun undang-undang yang menjadi lex superior dari Perda ini adalah :
1.             Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 No, 109, Tambahan Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No. 4235);
         Penjelasan Singkat : Tujuan perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
2.             Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 No 32, Tambahan Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No. 3143);
Penjelasan Singkat : Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakan oleh generasi sebelumnya. Agar setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara wajar secara rohani, jasmani maupun sosial. Oleh sebab itu Undang-undang ini lahir untuk mengatur kesejahteraan anak.
3.             Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999  No. 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3886);
         Penjelasan singkat : Hak-Hak yang diatur dan dijamin dalam Undang-undang No.39 Tahun 1999 adalah Hak Hidup, Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan, Hak Mengembangkan Diri, Hak Memperoleh Keadilan, Hak atas Kebebasan Pribadi, Hak atas Rasa Aman, Hak atas Kesejahteraan, Hak Turut Serta dalam Pemerintahan, Hak Perempuan, dan Hak Anak.
         Berkaitan dengan hak anak, maka hak Fundamental anak terbagi menjadi 4 kategori diantaranya :[4]
a)             Hak untuk bertahan hidup (survival rights)
b)             Hak untuk mendapat perlindungan (protection rights)
c)             Hak untuk tumbuh kembang (development rights)
d)            Hak berpartisipasi (participation rights)
Hak anak meliputi banyak hal diantaranya hak atas nama dan kewarganegaraan sejak lahir, perlindungan dan perawatan khusus bagi anak kebutuhan khusus, hak beribadah, berekspresi sesuai dengan usianya, hak untuk mengetahui dan dibesarkan orang tua, hak untuk mendapat wali apabila orang tua meninggal sesuai dengan putusan pengadilan, perlindungan hukum dari perlakuan buruk, hak untuk tidak dipisah secara paksa, hak pendidikan dan pengajaran, hak istirahat; hak berekreasi dengan teman sebaya, hak atas pelayanan kesehatan dan jaminan sosial, hak untuk tidak dilibatkan dalam konflik kekerasan, perlindungan dari eksploitasi ekonomi, dan pelecehan seksual, tidak dijadikan sasaran penganiyayan.[5]
4.             Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan Anak Bagi Yang Mempunyai Masalah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988  No. 2 Tambahan Berita Republik Indonesia No. 3367);
Penjelasan Singkat : Dalam Peraturan Pemerintah ini pada pokonya mengatur mengenai usaha kesejahteraan anak, sebagai salah satu pelaksanaan dari undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Usaha kesejahteraan anak dalam peraturan pemerintah ini mengatur usaha pembinaan, pengembangan, pencegahan dan rehabilitasi yang dilaksanakan dalam bentuk asuhan, bantuan dan pelayanan khusus.
       Dalam hal Materi muatan Perda DIY No. 6 Tahun 2011 ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, yaitu sebagaimana hierarki yang diatur dalam pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 yaitu tidak boleh bertentangan dengan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan pemerintah, Peraturan Presiden.
       Pada dasarnya Perda DIY No. 6 Tahun 2011 ini secara khusus mengatur mengenai perlindungan kepada anak yang hidup dijalan disebabkan posisi mereka yang sangat rentan terhadap kekerasan dan diskriminasi. Sehingga perlu sebuah peraturan perundang-undangan yang bersifat afirmatif untuk melindungi dan menjamin hak-hak anak yang hidup dijalan agar mereka memperoleh kesempatan untuk tumbuh berkembang secara layak.[6]
      Fokus utama pada Perda DIY tentang perlindungan anak jalanan ini adalah pemenuhan hak anak yang hidup dijalan yang dimana hal itu merupakan tugas dan tanggungjawab bersama antara pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat pada umumnya, dunia usaha, serta lembaga-lembaga yang secara khusus aktif dalam pemenuhan hak-hak anak. Pemenuhan hak dalam Perda ini meliputi hak identitas, hak pengasuhan, hak atas kebutuhan dasar, hak atas kesehatan dan hak atas pendidikan. Sehingga materi muatan dari Perda ini tidak bertentangan dengan ketentuan hukum diatasnya yang lebih tinggi.
       Beberapa waktu lalu diberbagai media cetak maupun elektronik memberitakan adanya sejumlah peraturan daerah diberbagai pelosok tanah air yang dibatalkan oleh pemerintah karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dan tidak sedikit pula produk Perda yang ditolak masyarakat,  entah karena dianggap merugikan, membatasi gerak dan lain sebagainya. Yang demikian apabila Perda bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka dapat diselesaikan melalui dua jalur, yang pertama Perda tersebut dicabut oleh Mendagri dan yang kedua melalui proses judicial review di Mahkamah Agung.
C.     Kesimpulan.
        Perda Daerah Istimewa Yogyakarta No.6 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Anak Yang Hidup Di Jalan sama halnya seperti dengan Perda Yang lain. Perda ini lahir atas penjabaran atas peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, antara lain Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan Anak Bagi Yang Mempunyai Masalah. yang dimana disini Perda terikat dengan asas-asas hukum dan yang paling acuan adalah yang berkaitan dengan hierarki peraturan perundang-undangan dimana ketentuan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi (Lex Superior Derogat Legi Inferiori).


      [1] Jazim Hamidi, Pembentukan Peraturan Daerah Partisipatif, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2008, hlm 15
       [2] Ibid, hlm 16-17
       [3] Soehino, Hukum Tata Negara Penyusunan dan Penetapan Peraturan Daerah, hlm 21 dikutip dari Iskandar Marwanto, kebijakan kriminalisasi dan sanksi pidana dalam peraturan daerah, 2004
       [4] Knut D aspuld, Suparman Marzuki dan Eko Riyadi, Hukum Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi manusia Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2008
       [5] Ibid.
       [6]Penjelasan Umum, Perda DIY No. 6 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Anak Yang Hidup Di Jalan.

Pengertian Hukum Pidana


memberikan Arti maupun deskripsi tentang hukum pidana tidaklah mudah. ini disebabkan banyaknya pengertian yang berbeda dikemukakan para pakar tentang definisi hukum pidana. adapun perbedaan itu terlihat dari sudut pandang, batasan dan ruang lingkup dari pengertian tersebut. hal inilah yang menyebabkan banyak pengertian hukum pidana yang dikemukakan  oleh para ahli pidana.

Moeljatno mengartikan hukum pidana sebagai bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: 

  1. menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya.
  2. menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melakukan larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
  3. menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang diduga telah melanggar ketentuan tersebut.

Van Bemmelen secara eksplisit mengartikan hukum pidana dalam dua hal, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formal. menurut Bemmelen hukum pidana meteriil terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umumyang diterapkan terhadap perbuatan itu, dan pidana diancamkan pada perbuatan itu. sedangkan hukum pidana formal adalah mengatur cara bagaimana acara hukum pidana seharusnya dilakukan dan menentukan tata tertib yang harus diperhatikan pada kesempatan itu. (untuk mudahnya hukum pidana materiil itu adalah aturan dari hukum misalnya Undang-undang, KUHP, dan aturan pidana tertulis lainnya. sedangkan Hukum Formil adalah hukum acara pidana yang dimana berfungsi untuk menegakan hukum materiil)

Pengertian hukum pidana juga dikemukakan oleh Adami Chazawi. Ia mengartikan hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik yang memuat atau berisi ketentuan-ketentuan tentang :
  1. aturan hukum pidana dan yang berkaitan dengan larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan tersebut.
  2. syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/ harus bagi ada bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkan sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.
  3. tindakan dan upaya-upaya lain yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya jaksa, polisi, hakim) terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha menentukan, menjatuhkan, dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya.
Pengertian hukum pidana yang dikemukakan oleh Adami Chazawi ini lebih luas dari pengertian hukum pidana diatas. yaitu tidak hanya mencakup hukum pidana materiil dan formal melainkan juga hukum pidana eksekutoriil.

(Sumber : Dasar-Dasar Hukum Pidana, Mahrus Ali)